Selasa, 07 Januari 2014

PERBEDAAN DAN PENGERTIAN ANTARA HUKUM ACARA PERDATA DENGAN HUKUM ACARA PIDANA


PERBEDAAN PENGERTIAN
HUKUM ACARA PERDATA
HUKUM ACARA PIDANA
Hukum acara perdata Indonesia adalah hukum yang mengatur tentang tata cara beracara (berperkara di badan peradilan) dalam lingkup hukum perdata.
Hukum acara pidana Indonesia adalah hukum yang mengatur tentang tata cara beracara (berperkara di badan peradilan) dalam lingkup hukum pidana. Hukum acara pidana di Indonesia diatur dalam UU nomor 8 tahun 1981.



PERBEDAAN  MENGADILI
HUKUM ACARA PERDATA
HUKUM ACARA PIDANA
Hukum Acara Perdata mengatur cara mengadili perkara di muka pengadilan perdata oleh hakim perdata
Hukum Acara Pidana mengatur cara mengadili perkara di muka pengadilan pidana oleh hakim pidana

PERBEDAAN PELAKSANAAN
HUKUM ACARA PERDATA
HUKUM ACARA PIDANA
Pada Acara Perdata inisiatif datang dari pihak yang berkepentingan/ yang dirugikan.
Pada Acara Pidana inisiatif datang dari jaksa (penuntut umum).


PERBEDAAN DALAM PENUNTUTAN
HUKUM ACARA PERDATA
HUKUM ACARA PIDANA
Pada Acara Perdata yang menuntut tergugat adalah pihak yang dirugikan. Penggugat berhadapan dengan tergugat. Tidak ada jaksa/ penuntut umum.
Timbulnya gugatan atau perkara karena terjadi pelanggaran hak yang diatur dalam hukum perdata.
Pada Acara Pidana, jaksa sebagai penuntut umum yang mewakili negara menjadi penuntut terhadap terdakwa.
Timbulnya gugatan atau perkara karena terjadi pelanggaran terhadap perintah atau larangan yang diatur dalam hukum pidana.


PERBEDAAN ALAT-ALAT BUKTI
HUKUM ACARA PERDATA
HUKUM ACARA PIDANA
Pada Acara Perdata ada 5 alat bukti, tulisan, saksi, persangkaan, pengakuan dan sumpah.
Pada Acara Pidana hanya 4 saja (tulisan, saksi, persangkaan, pengakuan), sumpah tidak menjadi alat bukti.







PERBEDAAN PENARIKAN KEMBALI DALAM SUATU PERKARA
HUKUM ACARA PERDATA
HUKUM ACARA PIDANA
Pada Acara Perdata, sebelum ada putusan hakim, pihak yang bersangkutan dapat menarik kembali perkaranya.
Pada Acara Pidana tidak dapat ditarik kembali.


PERBEDAAN KEDUDUKAN PARA PIHAK
HUKUM ACARA PERDATA
HUKUM ACARA PIDANA
Pihak-pihak  mempunyai kedudukan yang sama. Hakim bertindak sebagai wasit dan bersifat pasif.
Jaksa kedudukannya lebih tinggi dari terdakwa dan hakim turut aktif.


PERBEDAAN DALAM DASAR KEPUTUSAN HAKIM
HUKUM ACARA PERDATA
HUKUM ACARA PIDANA
Putusan hakim cukup dengan mendasarkan diri pada kebenaran formal saja (akta tertulis dll).
putusan hakim, harus mencari kebenaran material (menurut keyakinan, perasaan keadilan hakim sendiri).



PERBEDAAN MACAMNYA HUKUMAN
HUKUM ACARA PERDATA
HUKUM ACARA PIDANA
Tergugat yang terbukti kesalahannya dihukum denda atau hukuman kurungan sebagai pengganti denda.
Terdakwa yang terbukti kesalahannya, dihukum pidana mati, penjara, kurungan atau denda, atau mungkin ditambah pidana tambahan seperti dicabut hak-hak tertentu, dll.


PERBEDAAN DALAM BANDINGAN (PEMERIKSAAN TINGKAT BANDING)
HUKUM ACARA PERDATA
HUKUM ACARA PIDANA
Bandingan perkara perdata dari Pengadilan Negeri ke pengadilan Tinggi disebut Appel.
Bandingan perkara pidana dari Pengadilan Negeri ke pengadilan Tinggi disebut Revisi.

PERBEDAAN DALAM HAL PERDAMAIAN
HUKUM ACARA PERDATA
HUKUM ACARA PIDANA
Dalam hukum acara perdata dikenal adanya perdamaian.
Dalam hukum acara pidana tidak dikenal adanya perdamaian.





PERBEDAAN DALAM HAL SUMPAH
HUKUM ACARA PERDATA
HUKUM ACARA PIDANA
Dalam hukum acara perdata dikenal adanya sumpah decissoire yaitu sumpah yang dimintakan kepada pihak lawannya tentang kebenaran suatu dalil atau peristiwa.
Dalam hukum acara pidana tidak dikenal adanya sumpah decissoire.


















PERBEDAAN ASAS
HUKUM ACARA PERDATA
HUKUM ACARA PIDANA
Asas di dalam hukum acara perdata di Indonesia adalah:
1.    Hakim bersifat menunggu.
Maksudnya adalah hakim bersifat menunggu datangnya tuntutan hak diajukan kepadanya, kalau tidak ada tuntutan hak atau tidak ada penuntutan maka tidak ada hakim. Jadi apakah akan diproses ataukah tidak, apakah suatu perkara atau tuntutan hak itu akan diajukan atau tidak, sepenuhnya diserahkan kepada pihak yang berkepentingan.  (pasal 118 HIR, 142 Rbg.)
2.    Hakim pasif.
Hakim di dalam memeriksa perkara perdata bersikap pasif dalam arti kata bahwa ruang lingkup atau luas pokok sengketa yang diajukan kepada hakim untuk diperiksa pada asasnya ditentukan oleh para pihak yang berperkara dan bukan oleh hakim.
3.    Sifat terbukanya persidangan.
Sidang pemeriksaan pengadilan pada asasnya adalah terbuka untuk umum, yang berarti bahwa setiap orang dibolehkan hadir dan mendengarkan pemeriksaan di persidangan. Tujuannya ialah untuk member perlindungan hak-hak asasi manusia dalam bidang peradilan serta untuk lebih menjamin obyektifitas peradilan dengan mempertanggungjawabkan pemeriksaan yang  fair (pasal 19 ayat 1 dan 20 UU no. 4 tahun 2004) Apabila tidak dibuka untuk umum maka putusan tidak sah dan batal demi hukum.
4.    Mendengar kedua belah pihak
Dalam pasal 5 ayat 1 UU no. 4 tahun 2004 mengandung arti bahwa di dalam hokum acara perdata yang berperkara harus  sama-sama diperhatikan, brhak atas perlakuan yang sama dan adil serta masing-masing harus diberi kesempatan untuk memberikan pendapatnya.
5.    Putusan harus disertai alas an-alasan.
Semua putusan pengadilan harus memuat alasan-alasan putusan yang dijadikan  dasar untuk mengadili (pasal 25 ayat 1, 319 HIR, 195, 618 Rbg.)
Alasan-alasan atau argument itu dimaksudkan sebagai pertanggungan jawab hakim dari pada putusannya terhadap masyarakat, para pihak, pengadilan yanglebih tinggi dan ilmu hokum, sehingga oleh karenanya mempunyai nilai obyektif.
6.    Beracara dikenakan biaya.
Untuk beracara pada asasnya dikenakan biaya (Pasal 3 ayat 2 UU no. 4 tahun 2004, 121 ayat 4, 182, 183 HIR, 145 ayat 4, 192-194 Rbg.). Biaya perkara ini meliputi biaya kepaniteraan, dan biaya untukpengadilan, pemberitahuan para pihak, serta biaya materai.
7.    Tidak ada keharusan mewakilkan.
Pasal 123 HIR, 147 Rbg tidak mewajibkan para pihak untuk mewakilkan kepada orang lain, sehingga pemeriksaan di persidangan terjadi secara langsung terhadap para pihak yang langsung berkepentingan
Asas perintah tertulis, yaitu segala tindakan hukum hanya dapat dilakukan berdasarkan perintah tertulis dari pejabat yang berwenang sesuai dengan UU.
1.    Asas peradilan cepat, sederhana, biaya ringan, jujur, dan tidak memihak, yaitu serangkaian proses peradilan pidana (dari penyidikan sampai dengan putusan hakim) dilakukan cepat, ringkas, jujur, dan adil (pasal 50 KUHAP).
2.    Asas memperoleh bantuan hukum, yaitu setiap orang punya kesempatan, bahkan wajib memperoleh bantuan hukum guna pembelaan atas dirinya (pasal 54 KUHAP).
3.    Asas terbuka, yaitu pemeriksaan tindak pidana dilakukan secara terbuka untuk umum (pasal 64 KUHAP).
4.    Asas pembuktian, yaitu tersangka/terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian (pasal 66 KUHAP), kecuali diatur lain oleh UU


















https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh4J5V5G48RC1NpQ3Wbh_GcFjiVjm2BsFEzp_PMTBHeqLzVQ4MHb8bo_8JcXITDnZHYelV0T5vwx1W3xaLRi3oMPOCMWEKHdCdCkQ7B7KmvtFClsxoFoA5UP0nHw29udgVkq6kXCjG7ltY/s1600/ngah+darwis3.jpeg



Proses pemeriksaan gugutan perdata di Pengadilan negeri dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Hakim memeriksa perkara dengan pembacaan gugatan. Gugatan berisi minimal identitas para pihak baik penggugat maupun tergugat, posita yaitu peristiwa yang relevan terhadap perkara dan petitum atau tuntutan penggugat.
2. Hakim mengajuan proses perdamaian pada para pihak jika terjadi perdamaian dilanjutkan dengan penandatangan akta van dading dimuka pengadilan dan hakim menetapkan putusan perdamaian yang bersipat inkracht van gewijsde. Putusan perkara dengan damai hanya dapat dilakukan upaya Peninjau kembali (PK) di Mahkamah Agung.
3. Jika tidak terjadi perdamaian hakim melanjutkan pemeriksaan perkara dengan melaksanakan jawaban. Jawaban ini dilakukan oleh tergugat. Memiliki 3 kemungkinan yaitu pertama, mengakui gugatan penggugat yang otomati akan menyelesaikan perkara perdata. Kedua, membantah gugatan penggugat dan dalil-dalil yang diberikan oleh penggugat. Perkara dilanjutkan pada proses selanjutnya, dan ketiga, referte yaitu tidak membantah dan tidak mengakui diserahkan kepada hakim untuk menentukan dan proses lebih lanjut, ini biasanya jawaban yang berikan oleh orang awam. Pada jawaban ini pihak tergugat yang tidak mengakui dapat juga melakukan eksepsi dan veeweerten principale. Eksepsi atas alasan diluar pokok perkara meliputi formalitas perkara baik pada kompetensi absolute maupun relative serta kecacatan surat gugutan dan lain sebagainya. Sedangkan veeweerten principale atas pokok perkara. Apabila eksepsi diterima maka gugatan tidak diterima. Dan penggugat dapat mengajukan gugatan baru. Dalam gugatan dapat juga dilakukan gugatan rekonpensi yaitu gugatan balik yang diajukan oleh tergugat kepada penggugat dalam sengketa yang sedang berjalan.
4. Replik yaitu dokumen tertulis yang berisi tanggapan penggugat atas jawaban tergugat sekaligus bertahan pada gugutan awal.
5. Duplik yaitu tanggapan tergugat atas replik penggugat sekaligus mempertahankan jawaban.
6. Perkara dilanjutkan dengan pemeriksaan pembuktian. Pembuktian yang adalah : surat, saksi, pengakuan, persangkaan dan sumpah. Juga ada tambahan pembuktian yaitu pemeriksaan lapangan dan saksi ahli. Dalam perkara perdata pembuktian yang ingin dibuktikan adalah peristiwanya, beban pembuktian diberikan padak siapa yang mendalil adanya hak dan siapa yang membantah adanya hak yang dikenal dengan asas pembuktian. Baik pada penggugat maupun tergugat.
7. Kesimpulan adalah konklusi yang diberikan oleh penggugat dan tergugat. Setelah itu hakim akan membuat kesimpulan yang dinamakan putusan.
8. Putusan hakim pertama terbagi dua yaitu menerima gugatan atau tidak menerima gugatan. Terhadap menerima gugatan terhadap eksepsi yang ditolak, sedangkan tidak menerima gugatan terhadap eksepsi yang diterima. Terhadap yang gugatan penggugat yang tidak diterima dapat membuat surat gugatan baru atau upaya hukum lanjutan yaitu banding.
9. Terhadap gugatan yang diterima hakim akan mengeluarkan putusan mengabulkan guggatan atau menolak gugatan. Menolak gugatan berarti gugatan tidak bias dibuktikan oleh penggugat, sedangkan mengabulkan gugatan berarti penggugat dapat membuktikan perkara. Untuk gugatan yang ditolak dapat dilakukan upaya lanjutan banding. Yaitu 14 hari setelah putusan Pengadilan Negeri.
10. Terhadap perkara yang dikabulkan hakim. Hakim dapat mengabulkan seluruh gugatan penggugat atau sebahagian gugatan penggugat.
11. Upaya hukum terhadap gugatan yang dikabulkan dapat dilakukan upaya hukum biasa yiatu verzet untuk perkara verstek, (tergugat tidak datang dipersidangan) atau banding di PTN setelah 14 hari putusan Pengadilan Negeri, atau kasasi di MA setelah 14 hari putusan Pengadilan Tinggi Negeri. Perbedaan banding dan kasasi adalah tentang kewajiban memori banding atau kasasi. Untuk banding tidak diwajibkan untuk memori banding sedangkan kasasi diwajibkan memori kasasi apabila tidak diajukan kasasi ditolak.
12. PK upaya hukum luar biasa terhadap putusan yang inkracht van gewijsde. Dan tidak menghalangi eksekusi
13. Derden verzet yaitu perlawanan pihak ketiga dalam suatu perkara.

IPTEK DALAM PANDANGAN HINDU



IPTEK DALAM PANDANGAN HINDU
Ilmu pengetahuan dan teknologi adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, ketika ilmu pengetahuan berkembang dengan otomatis teknologi juga ikut mengalami perkembangan.
Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan suatu hal  yang tidak dapat dipisahkan lagi dari perkembangan zaman saat ini. Semua  hal kini selalu berkenaan dengan teknologi. Berbagai produk teknologi diluncurkan guna mempermudah kegiatan manusia, semua hal kini dilakukan dengan bantuan teknologi.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memang sudah tidak diragukan lagi manfaatnya , tetapi disisi lain ada beberapa hal yang nampaknya kini sudah diabaikan Karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, hal-hal tersebut diantaranya akibat dari kemudahan yang ditimbulkan oleh perkembangan teknologi kini manusia menjadi mahluk yang manja, hidup beketergantungan  pada teknologi, ini menyebabkan manusia tidak mau lagi bekerja keras dalam menyelesaikan masalah-masalah dalam kehidupannya, sehingga ketika suatu keadaan mengharuskannya untuk tidak menggunakan teknologi ia seperti orang yang kehilangan arah dan tidak tahu harus berbuat apa. Hal inilah yang membuat manusia dapat terjebak pada pola hidup yang hedonis, hidup hanya untuk mengejar kenikmatan indriawi semata.
Seyogianya Iptek itu sebagai alat manusia untuk mensukseskan tujuan hidupnya,tetapi  Hidup yang dimanjakan oleh hasil pengembangan Iptek dapat menimbulkan “budaya menerabas” budaya yang menimbulkan sikap hidup yang ingin serba cepat dengan mengabaikan herbagai norma hidup. Untuk mendapatkan kekayaan misalnya, orang yang memliki peluang akan menggaruk kekayaan dengan mengabaikan norma hukum, etika, sopan santun maupun norma agama. Misalnya, dalam mentaati suatu prosedur birokrasi, mereka akan menerabas saja dengan kekuasaan, pengaruh maupun dengan
uang. Budaya menerabas inilah akan menimbulkan kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN). Budaya menerabas ini akan melemahkan hukum
maupun moral elit yang berlaku. Untuk suatu urusan di suatu instansi, mereka akan menggunakan prosedur koneksi-koneksi atau juga sogok-sogokan. Kalau punya koneksi, apapun menjadi lancar, tidak perlu melalui prosedur birokrasi yang ditetapkan berdasarkan hukum. Demikian pula tidak perlu melalui etika moral. Yang penting untuk mendapatkan sesuatu, dapat diperoleh dengan cepat.
Budaya menerabas tanpa diredam dengan moral agama dan akan dapat menimbulkan sikap hidup yang keras dan kasar. Hal itu nampak dalam berbagai kegiatan hidup misalnya berlalu lintas, ketidaksabaran mengikuti prosedur birokrasi yang wajib melalui suatu prosedur/sistem. Masyarakat akan kehilangan kesabaran menunggu suatu proses. Padahal, untuk mencapai apapun membutuhkan proses.
Ada orang yang tidak malu-malu menambahkan Prof. Dr. di depan namanya, padahal mereka tidak pernah diangkat menjadi guru besar di suatu perguruan tinggi. Bukankah gelar Profesor itu adalah jabatan akademis, bukan titel keahlian seperti gelar Doktor? Pun di birokrasi, banyak rumor tentang orang-orang menduduki jabatan tertentu di kalangan sipil maupun militer dengan mengeluarkan sejumlah dana. Tanpa itu, jabatan tidak mereka peroleh hanya berdasarkan kecerdasan dan prestasi kerja.
Jadi, budaya menerabas ini sesungguhnya salah satu penyebab munculnya korupsi yang telah merambah dalam berbagai aspek kehidupan. Masyarakat banyak melihat orang yang tidak memiliki kualifikasi mendapatkan posisi yang enak melalui budaya menerabas. Berbagai norma ataupun kriteria hanyalah bersifa formalitas belaka. Hal itu hanyalah basa-basi saja. Akibatnya manusia modern makin banyak yang tidak memiliki kesabaran, mentalnya tidak tangguh menunggu suatu proses untuk mencapai sesuatu. Hal ini menimbulkan makin semerawutnya herbagai aspek kehidupan. Segala sesuatunya dilakukan dengan tergesa-gesa agar cepat tercapai apa yang dikehendaki. Karena, kalau ada koneksi dan uang, prosedur yang bertele-tele
akan menjadi mudah. Kalau tidak ada uang dan koneksi, prosedur yang semestinya mudah menjadi sulit dan bertele-tele.
Budaya menerabas tersebut akan membuat mereka yang susah akan semakin susah. Tak ada keindahan dalam kehidupan bersama ini. Hanya dengan mengaplikasikan spiritual agama, dan ilmu secara terpadu, budaya menerabas yang negatif itu dapat diatasi. Untuk itu, umat hendaknya memposisikan agama dan ilmu dalam kehidupannya secara seimbang.
Pada dasarnya ilmu pengetahuan adalah sesuatu yang diciptakan oleh Tuhan, yang harus dipelajari untuk dapat mempermudah kehidupan manusia, sehingga ketika seseorang memanfaatkan teknologi maka tetap harus memperhatikan aspek agama sehingga akan tercapai suatu keseimbangan antara hal yang menyangkut keduniawian dan juga ketuhanan.
Iptek bertujuan untuk memberikan berbagai kemudahan hidup. Penerapan Iptek seperti itu banyak menimbulkan kenikmatan hidup. Kenikmatan hidup yang dinikmati dengan batas-batas tertentu dengan kesadaran rokhani tentunya memberi makna pada arti kehidupan.
Dalam Hindu ilmu pengetahuan adalah suatu hal yang sangat diagungkan sebagai suatu anugerah Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang didasari dharma, sehingga ketika sesorang memanfaatkan pengetahuan itu diharapkan selalu mengingat Ida Sang Hyang Widhi Wasa sebagai suatu bentuk pengamalan dari berkarma berdasarkan dharma, dan  Kemudahan serta kenikmatan yang dapat diberikan oleh hasil pengembangan Iptek itu tentunya patut disyukuri sebagai sebagai anugerah Tuhan.
Dengan pengembangan Iptek yang tepat dan akurat, berbagai hal dapat dilakukan dengan cepat praktis dan dapat memberi kemudahan dalam menjalankan kehidupan ini tetapi tetap berdasarkan dharma sehingga keseimbangan antara hal-hal tersebut dapat tercapai sekaligus tujuan hidup manusia untuk kebebasan didunia dan moksa dengan berdasarkan dharma.
Kesimpulan dari semua hal diatas adalah bahwa dalam Hindu iptek adalah suatu hal yang memang merupakan suatu hal yang sangat penting, Karena
Hindu mengagungkan ilmu pengetahuan sebagai suatu anugerah Tuhan untuk dapat didaya gunakan dengan baik oleh manusia sehingga dapat mempermudah manusia dalam kehidupannya, tetapi kembali lagi kepada azas tunggal yang tidak dapat diabaikan, bahwa setiap hal harus dilakukan
berdasarkan dharma, sehingga keseimbangan hidup dapat dicapai yang menuju pada tercapainya tujuan hidup dalam agama Hindu yaitu “Mokshartam Jagadhita Ya Ca Iti Dharma”.